-->

Efek Tidur di Lantai untuk Anak



Ketika itu anak saya berusia 1,5 tahun. Sudah bisa merangkak dan bisa berjalan sedikit-sedikit. Karena dia aktif dan saya takut jatuh dia jatuh bila tidur di atas ranjang, akhirnya saya, istri, beserta anak saya tidur di lantai, baik tidur siang maupun malam, dengan alas 1 buah kasur. Di bawah kasur saya beri papan kayu, di atas papan kayu saya beri kardus dan tikar plastik.

Selama hampir 2 tahun kami tidur di lantai. Saya tidak khawatir dengan udara dingin lantai, ketika itu lantai rumah saya masih tegel, karena sudah memakai alas tidur yang cukup tebal dan berlapis-lapis. Saya tidak merasakan dampak apapun. Tapi selama tidur di bawah itu, anak saya tiap tengah malam bangun, sekitar pukul 23.00 sampai 01.00 dan menangis. Kejadian itu sempat membuat saya khawatir dan bingung harus berbuat apa.


Saya sempat minta pertolongan orang pintar. Dia bilang, anak saya diganggu oleh sejenis makhluk halus. Untuk mengusir makhluk halus tersebut, saya harus meletakkan botol larutan penyegar yang berisi air yang sudah diberi jampi-jampi di bawah kasur tempat saya dan anak serta istri saya tidur. Orang pintar itu juga menambahkan, supaya saya lebih berhati-hati karena ada seseorang yang mau mengincar saya. Sempat grogi juga saya.

Setelah hampir seminggu saya tidur menindih botol larutan berisi jampi-jampi, kelihatannya orang pintar tersebut salah analisis, anak saya masih bangun tengah malam dan tetap menangis. Sampai akhirnya saya melihat ada ranjang tempat tidur tidak terpakai di kamar sebelah. Saya pindah ranjang itu ke kamar saya, setelah beberapa hari, anak saya tidak bangun dan tidak menangis di tengah malam lagi, jarang sakit dan nafsu makannya meningkat.

Dulu ketika tidur di lantai hampir setiap bulan pergi ke bidan karena badannya panas, flu, dan batuk. Bahkan pernah 1 bulan badannya panas 2 kali. Selain itu nafsu makannya rendah, akibatnya badannya kurus.

Memang belum ada penelitian yang menyatakan, tidur di lantai bisa menyebabkan anak bangun ditengah malah, nafsu makan turun, dan menyebabkan badan panas, namun yang terjadi pada anak saya seperti yang telah saya sebutkan di atas. Dan kejadian di atas terulang lagi ketika anak saya berumur 9 tahun.


Karena anak kedua saya lahir terpaksa anak pertama saya tidur di lantai dengan alas 2 buah kasur yang saya tumpuk. Anak pertama saya ternyata senang tidur di lantai dan selalu menolak bila disuruh tidur di ranjang bersama adik dan ibunya, alasannya, di lantai lebih sejuk. Apa yang terjadi? Setelah 10 bulan tidur di lantai dengan alas 2 kasur, anak saya sulit makan. Sehari makan 2 kali bahkan pernah beberapa hari makan 1 kali. Berat badannya turun dan badannya beberapa kali panas, selama 10 bulan itu. Ternyata anak pertama saya memang tidak cocok tidur di lantai meskipun sudah pakai alas 2 kasur yang saya tumpuk.

Dari pengalaman yang  saya ceritakan di atas saya menyimpulkan bahwa tidur di lantai berdampak kurang baik, terutama pada anak pertama saya. Mungkin pengalaman ini bisa terjadi pada anak lain dan bisa juga tidak, yang jelas efek tidur di lantai ada.